Sabtu, 07 Februari 2015

Hadits Mengenai Menyembuhkan Diare dengan Minum Madu

Terdapat hadits Shahih riwayat Bukhari dan Muslim bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan seseorang yang sakit perut (dalam riwayat lainnya: sakit diare), agar minum madu beberapa kali. Akhirnya orang tersebut sembuh.
Berikut haditsnya:
أَنَّ رَجُلاً أَتَى النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: أَخِي يَشْتَكِي بَطْنَهُ. فَقَالَ: اِسْقِهِ عَسَلاً. ثُمَّ أَتَاهُ الثَّانِيَة فَقَالَ: اسْقِهِ عَسَلاً. ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَة فَقَالَ: اسْقِهِ عَسَلاً. ثُمَّ أَتَاهُ فَقَالَ: فَعَلْتُ. فَقَالَ: صَدَقَ اللهُ وَكَذَبَ بَطْنُ أَخِيْكَ، اسْقِهِ عَسْلاً. فَسَقَاهُ فَبَرَأَ
“Ada seseorang menghadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata: ‘Saudaraku mengeluhkan sakit pada perutnya (dalam riwayat lainnya: sakit diare[1]).’
Nabi berkata: ‘Minumkan ia madu.’
Kemudian orang itu datang untuk kedua kalinya,
Nabi berkata: ‘Minumkan ia madu.’
Orang itu datang lagi pada kali yang ketiga,
Nabi tetap berkata: ‘Minumkan ia madu.’ Setelah itu, orang itu datang lagi dan menyatakan: ‘Aku telah melakukannya (namun belum sembuh juga malah bertambah mencret).’
Nabi bersabda: ‘Allah Maha Benar dan perut saudaramu itu dusta. Minumkan lagi madu.’
Orang itu meminumkannya lagi, maka saudaranya pun sembuh.”[2]

Ada hal yang perlu diperhatikan di sini yaitu beberapa kali bolak-balik dan bilang belum sembuh kemudian tetap diperintahkan agar minum madu. Ini mengindikasikan bahwa madu untuk mengobati diare tidak semata-mata diminum saja tetapi ada aturan dan dosisnya. Sehingga kurang tepat jika ada orang yang ingin mengobati diare dengan madu tetapi minumnya asal-asalan dan tidak tahu dosisnya.
Dokter dan ulama besar Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah menjelasakan mengenai hadits ini,
وفي تكرار سقيه للعسل معنىً طبي بديع وهو: أن الدواء يجب أن يكون له مقدار وكمية بحسب حال الداء
“Memberikan minum madu dengan berulang kali menunjukkan mengenai ilmu kedokteran yaitu obat harus sesuai dosis  dan jumlahnya sesuai dengan keadaan penyakitnya.”[3]
Obat juga harus sesuai indikasi dan dosisnya, sesuai dengan umur, jenis makanan, jenis daerahnya dan jenis rasnya serta keadaan orang tersebut dan ini dipelajari oleh kedokteran di mana saja
Ibnu hajar Al-Asqalani rahimahullahu menjelaskan hadits ini,
فقد اتفق الأطباء على أن المرض الواحد يختلف علاجه باختلاف السن والعادة والزمان والغذاء المألوف والتدبير وقوة الطبيعة…لأن الدواء يجب أن يكون له مقدار وكمية بحسب الداء إن قصر عنه لم يدفعه بالكلية وإن جاوزه أو هي القوة وأحدث ضررا آخر
 “Seluruh tabib telah sepakat bahwa pengobatan suatu penyakit berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan umur, kebiasaan, waktu, jenis makanan yang biasa dikonsumsi, kedisiplinan dan daya tahan fisik…karena obat harus sesuai kadar dan jumlahnya dengan penyakit, jika dosisnya berkurang maka tidak bisa menyembuhkan dengan total dan jika dosisnya berlebih dapat menimbulkan bahaya yang lain.”[4]

Jadi Madu adalah penyembuh dan memang benar serta harus kita yakini, akan tetapi tidak sembarangan mengobati ada caranya dan perlu ilmunya. Dalam hal ini perlu pengalaman thabib. Di zaman sekarang ini perlu penelitian ilmiah mengenai hal ini.
Khasiat madu untuk pengobatan tidak diragukan lagi karena Allah telah berfirman tentang khasiat lebah.
وَأَوْحَىٰ رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ ثُمَّ كُلِي مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلًا ۚ يَخْرُجُ مِن بُطُونِهَا شَرَابٌ مُّخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِّلنَّاسِ ۗ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan Rabbmu mewahyukan kepada lebah,”Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia,” Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Rabbmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Rabb) bagi orang-orang yang memikirkan. [An Nahl :68,69].
Begitu juga dalam hadits. dari Sa’id Ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas dari Nabi, BeliauShallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
الشِّفَاءُ فِي ثَلَاثَةٍ شَرْبَةِ عَسَلٍ وَشَرْطَةِ مِحْجَمٍ وَكَيَّةِ نَارٍ وَأَنْهَى أُمَّتِي عَنِ الْكَيِّ
“Kesembuhan ada dalam tiga perkara; meminum madu, berbekam dengan gelas dan bakaran api. Tetapi aku melarang umatku melakukan pembakaran dengan besi.”[5]

Demikian semoga bermanfaat
===============================================================
1] Yaitu dengan lafadz: إِنَّ أَخِي اِسْتَطْلَقَ بَطْنُهُ Makna (اِسْتَطْلَقَ بَطْنُهُ) adalah banyak yang keluar dari isi perutnya yakni mencret/ diare. (Fathul Bari, 10/208)
[2] HR. Al-Bukhari no. 5684 dan Muslim no. 5731
[3] Thibbun Nabawi hal 29, Darul Hilal, Beirut
[4] Fathul Baari  10/169-170, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379 H, Asy-Syamilah
[5] HR. Bukhari

Lebah, Hewan Yang Mendapat Wahyu

Kita telah mengetahui bahwa lebah dalah hewan yang bermanfaat karena bisa menghasilkan madu. Di mana madu ini memiliki manfaat yang sangat besar bagi manusia. Selain itu lebah juga membantu keseimbangan alam dengan membantu penyerbukan. Ternyata lebah adalah hewan yang mendapatkan wahyu dari Allah, yaitu berupa ilham.
Allah Ta’ala berfirman,
وَأَوْحَىٰ رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُون
“Dan Rabb-mu telah mewahyukan kepada lebah, “Buatlah rumah-rumah di bukit-bukit dan pada pohon-pohon dan pada tempat-tempat  yang mereka (manusia) buat.” (QS. An-Nahl : 68).
Dalam kitab tafsir Jalalain dijelaskan,
وَأَوْحَى رَبّك إلَى النَّحْل وَحْي إلْهَام
“Rabbmu mewahyukan kepada lebah berupa wahyu ilham”
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata,
في خلق هذه النحلة الصغيرة، التي هداها الله هذه الهداية العجيبة، ويسر لها المراعي، ثم الرجوع إلى بيوتها التي أصلحتها بتعليم الله لها
“Pada penciptaan lebah yang kecil ini, Allah memberikan ilham berupa bimbingan yang ajaib. Allah memberi kemudahan bagi lebah untuk menuju padang rumput dan taman kemudian kembali ke rumah mereka yang telah mereka rancang demikian bagusnya dengan petunjuk Allah.”
Perlu diketahui bahwa wahyu ada tiga macam sebagaimana yang terangkum dalam ayat berikut.
وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ اَنْ يُّكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلاَّ وَحْيًا اَوْ مِنْ وَّرَآءِ حِجَابٍ اَوْ يُرْسِلُ رَسُولاً فَيُوحِي بِإِذْنِهِ مَا يَشَآءُ اِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ
“Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan [1] perantaraan wahyu atau [2]dibelakang tabir atau [3] dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.” (QS. As-Syura: 51).
Jadi macam-macam wahyu adalah:
  1. Dengan tanpa wasilah atau perantara, misalnya di hati atau lewat mimpi
  2. Wahyu dari balik hijab. Misalnya pada ayat ini:
    فَلَمَّا قَضَىا مُوسَى الاَجَلَ وَسَارَ بِأَهْلِهِ ءَانَسَ مِن جَانِبِ الطُّورِ نَارًا قَالَ لأَهْلِهِ امْكُثُوا إِنِّيَ ءَانَسْتُ نَارًا لَّعَلِّيَ ءَاتِيكُم مِّنْهَا بِخَبَرٍ اَوْ جَذْوَةٍ مِّنَ النَّارِ لَعَلَّكُمْ تَصْطَلُونَ(29) فَلَمَّآ أَتَاهَا نُودِي مِن شَاطِئِ الْوَادِي الاَيْمَنِ فِي الْبُقْعَةِ الْمُبَارَكَةِ مِنَ الشَّجَرَةِ أَنْ يَّامُوسَىآ إِنِّيَ أَنَا اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
    “Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan dia berangkat dengan keluarganya, dilihatnyalah api di lereng gunung ia berkata kepada keluarganya: “Tunggulah (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa) sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan badan”. Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah yang sebelah kanan(nya) pada tempat yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu,yaitu: “Ya Musa, sesungguhnya aku adalah Allah, Tuhan semesta alam .” (QS. Al-Qashah: 29-30)
  3. Lewat perantara malaikat Jibril. Misalnya pada ayat ini,
    قُلْ مَن كَانَ عَدُوًّا لِّجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ عَلَىا قَلْبِكَ بِإِذنِ اللَّهِ مُصَدِّقاً لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَهُدًى وَبُشْرَىا لِلمُومِنينَ
    “Katakanlah: “Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Qur’an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah. membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Baqarah: 97)
Demikianlah lebah yang mendapat wahyu dan mengikuti wahyu maka ia sangat bermanfaat bagi orang-orang, yaitu menghasilkan madu yang sangat bermanfaat. Allah Ta’ala berfirman,
ثُمَّ كُلِي مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلاً يَخْرُجُ مِن بُطُونِهَا شَرَابٌ مُّخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاء لِلنَّاسِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.” (QS. An-Nahl: 69)
Jika kita mengikuti wahyu yang disampaikan oleh Rasulullah shallallah ‘alaihi wa sallam insyaallah kita akan selamat dan bermanfaat bagi orang lain.
Demikian semoga bermanfaat
Raehaul Bahraen Muslim.or.id

Jumat, 06 Februari 2015

Muadz bin Jabal : Dai Muda yang Kaya Raya dan Lembut Hati

Muadz bin Jabal seorang pemuda Anshar teladan, termasuk golongan Anshar yang pertama masuk Islam dan turut serta dalam baiatul Aqabah dua. Kepandaian dan kepahamannya dalam ilmu agama diakui oleh banyak sahabat, tak terkecuali sang pemimpin Rasulullah SAW yang memberikan testimoni menyejarah : “sepandai-pandainya umatku dalam masalah halal dan haram adalah Muadz bin Jabal”,  bahkan di riwayat yang lain disebutkan Muadz adalah pemimpin para ulama di akhirat nanti.

Karena kefaqihannya inilah Muadz pun dipercaya menjadi duta dakwah di Yaman. Sebuah amanah dan tugas berat menanti di sana, menyebarkan Islam dengan benar sesuai ajaran Rasulullah SAW. Tak heran jika di awal keberangkatan Muadz ke Yaman, serangkaian fit and proper test pun dijalankan oleh Rasulullah SAW. Maka ketika Muadz sukses menjawab pertanyaan demi pertanyaan dengan begitu cerdas dan elegan, wajah Rasulullah SAW pun berseri-seri dan bertutur lugas : “Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufiq kepada utusan Rasulullah sebagai yang diridhai oleh Rasulullah . . . .”

Di Yaman selain berdakwah menyebarkan dan mengajarkan Islam, Muadz bin Jabal juga berdagang sebagaimana para sahabat lainnya. Karena kepandaian dan ketekunannya pulalah, maka ia berhasil meningkatkan omset dagangnya dan berubah menjadi pribadi yang kaya raya, santun dan faqih. Ketika Rasulullah SAW wafat, Mu’adz masih berada di Yaman. Di masa pemerintahan Abu Bakar, Mu’adz kembali ke Madinah, dan di awal kedatangannya terjadi sebuah kisah indah penuh ukhuwah antara Muadz, Abu Bakar dan Umar bin Khaththab.

Saat Muadz datang dari Yaman, Umar tahu bahwa Mu’adz telah menjadi seorang yang kaya raya. Kekayaan pribadinya meningkat tajam dari beberapa tahun sebelumnya. Seperti biasa, ketegasan dan kewaspadaan ala Umar bin Khaththab berjalan, beliau sebagai penasehat khalifah segera mengusulkan kepada Abu Bakar agar membagi dua kekayaan Muadz dan menyerahkannya kepada negara, sebagai bentuk kehati-hatian sebagai pengelola negara. Abu Bakar tidak segera menyetujui usulan dari Umar, namun tanpa menunggu persetujuan Abu Bakar, secara pribadi Umar bersegera mendatangi Muadz untuk datang sebagai sahabat.

Mu’adz bin Jabal sebagaimana kita ketahui dalam testimoni Rasulullah SAW, adalah orang yang paham tentang halal dan haram. Termasuk halal dan haram dalam transaksi dan perdagangan. Ia tidak mengenal bertransaksi dengan unsur maysir (spekulasi), ghoror (tipuan), gheis (curang) apalagi ikhtikar (menimbun barang) dan riba. Kekayaan yang didapat pun tak lebih dari buah ketekunan dan kecerdasan, yang mendapatkan taufiq dari ar-rozzaq Allah SWT, jauh dari segala syubhat apalagi yang haram.

Maka ketika Umar datang ke rumahnya dan mengemukakan usulannya untuk membagi dua harta tersebut, Muadz pun menolak dengan argumen yang cerdas dan hujjah yang kuat.  Diskusi hangat dua sahabat mulia itu pun berakhir dan Umar berpamitan meninggalkannya. Sungguh ia tidak hasad dan iri dengan kekayaan Muadz, tidak pula ia menuduh Muadz bermaksiat dengan mencari jalan haram dalam menumpuk kekayaan, namun ia hanya takut karena saat itu Islam sedang mengalami kejayaan dan kegemilangan, di luar sana banyak tokoh-tokoh yang memanfaatkan hal tersebut dengan bergelimang harta tanpa kejelasan sumber halalnya. Inilah yang ditakuti Umar, tidak lebih.

Namun uniknya, pagi-pagi sekali keesokan harinya Mu’adz bin Jabal terlihat segera bertandang ke rumah Umar. Apa yang dilakukan Muadz setelah apa yang terjadi pada hari sebelumnya? Sungguh pemandangan ukhuwah yang indah tak tergambarkan.  Sampai di sana, Muadz segera merangkul Umar dan memeluknya kuat, bahkan air mata Muadz pun mengalir dan terisak menceritakan mimpinya tadi malam yang begitu kuat mengingatkannya.

“Wahai Umar, malam tadi saya bermimpi masuk kolam yang penuh dengan air, hingga saya cemas akan tenggelam. Untunglah Anda datang, dan menyelamatkan saya . . . . !”
Nampaknya mimpi tersebut membuat Muadz ingin segera menuruti usulan Umar bin Khaththab untuk membagi dua harta kekayaannya yang diperoleh dari Yaman.  Maka keduanya pun segera menghadap Abu Bakar, dan Mu’adz pun mengutarakan niatnya, meminta kepada khalifah untuk mengambil seperdua hartanya.

Namun apa jawab khalifah Abu Bakar yang mulia? Khalifah yang timbangan imannya tak tertandingi oleh penghuni bumi ini menolak dengan tegas, ia mengatakan : “Tidak satupun yang akan saya ambil darimu”.  Abu Bakar tahu dan yakin bahwa Muadz memperoleh kekayaan dari jalan yang baik, maka ia tidak ingin mengambil satu dirham pun dari harta sahabatnya tersebut, yang itu berarti kezhaliman dan akan berbuah kehinaan di akhirat.
Muadz belum puas dengan jawaban sang khalifah, ia pun menoleh dan meminta pendapat Umar bin Khaththab, ia teringat dengan mimpinya semalam yang begitu mendebarkan. Apa komentar Umar sebagai pihak yang mengawali usulan pembagian harta tersebut, ia berujar singkat : “ Cukup .. sekarang harta itu telah halal dan jadi harta yang baik”.  Subhanallah, kegelisahan pun berakhir dengan kehangatan ukhuwah dan kemuliaan iman.

Selalu ada hikmah dalam setiap kejadian dan masalah, mari kita ambil inspirasi dan semangat dari kisah di atas yang melibatkan tiga sahabat yang mulia :
Pertama : Sosok Muadz yang cerdas dan santun. Dengan kesungguhannya ia bisa memperoleh kekayaan yang luar biasa di usia muda ( beliau meninggal usia 33 tahun di masa Umar), dari jalan yang halal dan jauh dari syubhat. Meski demikian, beliau seorang yang lembut hatinya dan perasa, sebuah mimpi di malam hari mampu membuatnya berubah dari sikap teguh pendiriannya atas usulan Umar.
Kedua : Abu Bakar memberikan contoh pada kita tentang kebijaksanaan dan kecermatan dalam berfikir. Tidak tergesa bersikap meski terlihat penuh kemaslahatan. Beliau juga tegas menolak segala tawaran dan kebijakan yang bernuansa kezhaliman.
Ketiga : Umar adalah teladan dalam sikap waro, kehati-hatian dan mawas diri, sekaligus ketegasan yang luar biasa. Dialah sosok yang terlihat angkuh di hadapan kekayaan sebagian sahabat. Para panglima perang yang bertaburkan kemenangan dan pakaian nan indah pun dihinakan oleh Umar dengan lemparan kerikil di wajah mereka. Dia adalah negarawan yang cerdas dan teliti melihat kepiawaian para aparat di bawahnya.

Tidak ada lagi kalimat yang tersisa kecuali mari segera berusaha mencontohnya.
Semoga bermanfaat dan salam optimis.




Orang-orang yang Didoákan Malaikat

Saling mendoakan adalah salah satu tanda kuatnya persaudaraan. Setiap kita senang didoakan, apalagi oleh mereka yang sholih dan sholihah. Tidak heran kalau banyak masyarakat kita yang berduyun-duyun pergi ke ustadz atau kyai untuk meminta didoakan. Berharap Allah, mengabulkan doa dari siapapun yang mendoakannya.
Namun sayangnya, masih banyak masyarakat kita yang mengabaikan atau tidak tahu, bahwa ada satu hal yang juga tidak kalah menarik dan melegakan selain didoakan dari kalangan manusia, yaitu oleh malaikat. Orang seperti apakah yang didoakan malaikat? Berikut penjelasannya:
1. Orang yang tidur dalam keadaan bersuci.
“Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa; Ya Allah, ampunilah hamba-Mu si fulan karena tidur dalam keadaan suci.”
(HR. Imam Ibnu Hibban dari Abdullah bin Umar)
2. Orang yang sedang duduk menunggu waktu sholat.
“Tidaklah salah seorang di antara kalian yang duduk menunggu sholat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan mendoakannya; Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia.”
(HR. Imam Muslim dari Abu Hurairah, Shahih Muslim: 469)
3. Orang-orang yang berada di shaf barisan depan di dalam sholat berjamaah.
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang – orang) yang berada pada shaf-shaf terdepan.”
(HR. Imam Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah dari Barra’ bin ‘Azib)
4. Orang yang menyambung shaf sholat berjamaah (tidak membiarkan kosong di dalam shaf).
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu bershalawat kepada orang-orang yang menyambung shaf-shaf.”
(HR. Imam Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah)
5. Para malaikat mengucapkan “aamiin” ketika seorang Imam selesai membaca Al-Fatihah.
“Jika seorang Imam membaca; ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladh-dhaalinn’, maka ucapkanlah oleh kalian “aamiin”, karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu.”
(HR. Imam Bukhari dari Abu Hurairah, Shahih Bukhari: 782)
6. Orang yang duduk di tempat sholatnya setelah melakukan sholat.
“Para malaikat akan selalu bershalawat (berdoa) kepada salah satu diantara kalian selama ia ada di dalam tempat sholat di mana ia melakukan sholat, selama ia belum batal wudhunya, (para malaikat) berkata; Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia.”
(HR. Imam Ahmad dari Abu Hurairah, Al-Musnad no. 8106)
7. Orang-orang yang melakukan sholat shubuh dan ashar secara berjama’ah.
“Para malaikat berkumpul pada saat sholat shubuh lalu para malaikat (yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga shubuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu sholat ‘ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga sholat ‘ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, “Bagaimana kalian meninggalkan hamba-Ku?”, mereka menjawab; kami datang sedangkan mereka sedang melakukan sholat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan sholat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat.”
(HR. Imam Ahmad dari Abu Hurairah, Al-Musnad no. 9140)
8. Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan.
“Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata; “aamiin” dan engkau pun mendapatkan apa yang ia dapatkan.”
(HR. Imam Muslim dari Ummud Darda’, Shahih Muslim: 2733)
9. Orang-orang yang berinfak.
“Tidak satu hari pun di mana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya, salah satu diantara keduanya berkata, “Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak”, dan lainnya berkata, “Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang pelit (bakhil)”.
(HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Hurairah, Shahih Bukhari: 1442 dan Shahih Muslim: 1010)
10. Orang yang sedang makan sahur.
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat (berdoa ) kepada orang-orang yang sedang makan sahur” Insya Allah termasuk di saat sahur untuk puasa “sunnah”.
(HR. Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath-Thabrani, dari Abdullah bin Umar)
11. Orang yang sedang menjenguk orang sakit.
” Tidaklah seorang mukmin menjenguk saudaranya kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore dan di waktu malam kapan saja hingga shubuh.”
(HR. Imam Ahmad dari ‘Ali bin Abi Thalib, Al-Musnad: 754)
12. Seseorang yang sedang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.
“Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah di antara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.”
(HR. Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al-Bahily).
Wallahu a’lam bish-shawab

(fimadani.com)

Ceramah Dari Konsultan Bidang Kesehatan Ibu dr. Hj. Nahwa Arkhaesi, M,Si, Med, Sp.A Di LKSA Riyaadlul Jannah

Ahad, 10 Desember 2023 pengurus dan pengasuh LKSA Riyaadlul Jannah mengadakan pertemuan bulanan yang sudah lama berhenti. Kegiatan tersebu...